Sabtu, 01 Mei 2010
AKHIRNYA KAU JADI MILIKKU
Sebulan telah berlalu. Kurang lebih satu bulan pula aku tak pernah lagi berhubungan dengan Kak Dirga. Berat, sangat berat. Rindu yang setiap saat muncul seenaknya membuatku tersiksa, tapi aku selalu menang melawan egoku. Meski aku tau, aku tak kan pernah bisa melupakannya. Akupun merasakan rasa sayangku tak pernah pudar sedikit pun terhadapnya. Meski aku tau, itu terdengar bodoh, sangat bodoh, setelah apa yang dia lakukan padaku malah mungkin aku gila. Ya, aku gila karena cintaku padanya. Aku tau, dia memang salah bahkan dia terlalu kejam terhadapku, tapi aku tak pernah bisa membencinya walaupun sedikit.Dua hari lagi, aku pulang. Aku yakin, hari-hari yang akan datang semakin berat buatku. Aku tak kan bisa menahan diriku untuk tidak menemui dia. Walaupun aku bisa, mungkin itu hanya sementara. Aku tau aku tak kan mampu menahan gejolak jiwaku. Aku rindu. Sangat merindukannya. ??????……………..Seminggu sudah aku liburan di rumah. Tak banyak yang kudapat kecuali rasa sakit yang menyiksaku. Sakit karena aku harus melawan rinduku. Sakit karena aku harus mengurungkan niat untuk bertemu dengannya. ?????………Sore ini aku harus kembali ke Jakarta. Memang belum waktunya aku kembali kuliah, tapi ada kegiatan yang harus aku selesaikan. Ponselku bordering, Kak Dirga. Ada rasa senang yang mampir ke hatiku, tapi itu hanya sementara. Aku jadi ragu. Ingin sekali aku mengangkat telponnya, ya, aku rindu! Aku rindu… tanpa pikir panjang kujawab telponnya,“Assalamu’alaikum…”“Kk benci Esya…”Aku kaget. Tapi aku tau kenapa Kak Dirga benci padaku.“Assalamu’alaikum kak, dosa lho gag jawab salam.”“Waalaikumsalam.” Jawabnya ketus.“Ihhh kog gitu sich jawabnya??? Yang ikhlas donk kak.”“Esya jahat!!! Kenapa gag bilang Kk kalo Esya di rumah???”Aku tak bisa lagi membendung airmataku. Sekuat tenaga kubuat suaraku seperti semula.“Maaf kak… Nanti sore Esya berangkat lagi ke Jakarta.”Airmataku terus mengalir. Tak kudengar sepatah kata pun dari Kak Dirga. Tak lama kemudian, tut…tut…tut…Mungkin Kak Dirga marah padaku, lalu dia tutup telponnya tanpa pamit. Kubiarkan airmataku menetes. Aku tau, udah lama aku mengharapkan saat-saat seperti ini, saat-saat aku bisa mengeluarkan airmataku sepuasnya. Udah lama aku gag nangis, udah lama pula aku pendam semua kekecewaanku selama ini. Biarkan aku menangis… biarkan…Kudengar seseorang menggedor pintu rumahku, Kak Dirga. Aku bingung, haruskah kutemui dia??? Enggak….!!!! Aku gag boleh temui dia… Aku gag bisa… Aku tau, ini akan menggoyahkanku. Temuilah, kau pasti sangat ingin menemuinya… Kak Dirga langsung menarikku ke dalam pelukannya saat pintu telah terbuka. Aku tak bisa menolaknya, karena sebenarnya aku juga ingin. Aku sangat merindukannya.“Kenapa kamu gag bilang kalo kamu di rumah. Kk kangen banget sama kamu, Sya….”Butiran bening kembali membasahi pipiku. Aku tak bisa berkata apa-apa. Aku senang, aku bisa ketemu dengan Kak Dirga, tapi aku juga sedih, sedih karena harus kembali lagi ke Jakarta.Kulepaskan diriku dari pelukannya. Aku tau, semakin lama aku bersamanya, aku akan semakin sakit, karena aku harus susah payah berusaha untuk menangkal rasa cintaku yang tak pernah pudar kepadanya.“Maafin Esya, Kak. Tapi Esya harus berangkat nanti sore.”“Enggak!!!”Kak Dirga menarik tanganku dan membawaku pergi dengan motornya. Aku berusaha berontak, tapi sia-sia. Aku terlalu lemah untuk melawannya. Aku menangis dan memintanya untuk menurunkanku, tapi tak pernah dihiraukannya. Motor melaju semakin jauh dari rumahku. Kak Dirga memegang tanganku.“Kak, turunkan aku. Aku harus berangkat…”“Kk gag akan biarkan Esya berangkat hari ini. Kk mohon sekali ini aja penuhi permintaan Kk.”Sejak itu aku diam. Aku tak bisa apa-apa. Percuma aku merengek. Percuma aku berontak. Perjalanan semakin jauh, tapi aku serasa pernah melewati jalanan ini. Ya, beberapa bulan yang lalu, Kak Dirga membawaku melewati jalanan ini.“Kak, kamu bawa aku ke pantai???”Kak Dirga hanya tersenyum. Beberapa menit kemudian, kami sampai di pantai. Pantai yagn sepi dari pengunjung. Tak tampak satu pun pengunjung atau nelayan di situ. Kak Dirga memegang tanganku, mungkin dia pikir aku akan kabur. Mana bisa, percuma juga aku kabur, aku gag kan bisa pulang sendiri. Kak Dirga mengajakku duduk di pinggiran pantai, di pasir yang banyak kerangnya.“Kemana aja sebulan ini Sya?”“Kk sendiri kemana?”“Kog gag hubungi Kk sama sekali?”“Kk juga gag pernah hubungi Esya.”“Iya, iya, Kk salah.”“Emang!!!”“Ihhh kog kamu gitu sich Sya? Kk disini…” katanya sambil memalingkan kepalaku ke hadapannya. Dia tersenyum. Sudah lama aku tak melihat senyumnya.“Kk sayang Esya…”Wajahku langsung berubah jutek, “Udah deh Kak, gag usah mulai.”“Kk sayang Esya…”Aku rasa Kak Dirga udah kelewatan. Ya, dia buat aku sakit lagi. Kenapa dia harus bilang sayang kalo dia cuma mau nyakitin aku? Aku tak berkata apa-apa. Aku berdiri dan pergi meninggalkannya. Tapi dia berhasil meraih tanganku dan membuatku berdiri tepat di hadapannya. Wajahnya semakin dekat. Lebih dekat. Aku terpaku, menatap matanya. Kurasakan bibirnya mengecup bibirku, tapi aku menolak. Aku berusaha melepaskan diri. Tapi dia menjeratku. Dia mengedipkan mata. Dia berusaha mengecup bibirku lagi, tapi aku menolaknya. Dia memelukku erat seakan dia tak akan melepaskanku.“Kk sayang Esya… Kk cinta Esya… Kk minta maaf, Kk tau Kk selalu sakiti Esya, Kakak gag bisa bohongi diri Kakak sendiri…”Entah apa yang kurasa. Haruskah aku percaya dengan apa yang dia katakan? Tapi aku juga gag bisa bohongi perasaanku sendiri. Aku tau aku sangat menginginkannya, aku sangat ingin memilikinya.“Dari dulu sampai sekarang Esya tetap sayang sama Kak Dirga.”Kak Dirga seakan gag percaya dengan apa yang aku katakan. Dia menatapku lalu memelukku lagi. Kak Dirga mendekatkan wajahnya lagi, kurasakan kini bibirnya telah menyentuh bibir mungilku. Aku diam, terpaku.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar